Kamis, 31 Juli 2008 | 10:31 WIB Laporan Wartawan Kompas Suhartono
JAKARTA, KAMIS - Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla mengajak usaha kecil dan menengah (UKM) untuk bersama-sama menciptakan dan memperkuat merek-merek Indonesia sendiri daripada memperbesar merek-merek asing. Bahkan, Wapres juga mengajak UKM untuk suatu saat mencibirkan mereka yang masih menggunakan merek-merek asing di Indonesia.
Hal itu disampaikan Wapres Kalla, Kamis (31/7) pagi, di acara pembukaan pameran SME'sCO Keenam atau kerajinan UKM di Jakata Convention Centre (JCC), Senayan, Jakarta. Pembukaan acara itu dihadiri oleh Menteri Negara Koperasi dan UKM Suryadharma Ali, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, serta Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. "Mari kita membuat branding Indonesia. Kalau dulu kita memakai merek-merek asing, marilah kita mulai menggunakan merek-merek buatan sendiri. Karena dengan begitu, ada kebanggaan bagi kita dan UKM kita," tandas Wapres Kalla.
Menurut Wapres Kalla, "Suatu saat jika masyarakat Indonesia sudah membiasakan dan mencintai merek-mereknya sendiri, masyarakat Indonesia bisa mencibir merek yang masih menggunakan merek-merek asing." China, ujar Wapres, bisa menjadi negara maju karena mencintai produknya sendiri dan yang lebih penting lagi, masyarakatnya mengembangkan dan memajukan produknya sendiri. "Seperti negara-negara maju lainnya, mereka maju karena membesarkan produk-produknya sendiri di dalam negeri dan baru dikembangkan ke luar negeri," tuturnya.
Wapres mengatakan, sebagai bukti pemerintah mengembangkan dan memajukan UKM melalui upaya pemerintah menggelar berbagai acara yang terkait dengan pengembangan UKM. "Kalau Senin lalu Presiden Yudhoyono di Bali membuka Konferensi Regional Kredit Mikro Asia dan Pasific, hari ini saya membuka festival SME'sCO," papar Wapres Kalla, yang meminta Suryadharma Ali segera mengganti istilah bahasa asing untuk UKM tersebut. "Lucu, kalau mau mengembangkan UKM, akan tetapi dengan bahasa asing," tandas Wapres.
1 Comment
Kamis, 31 Juli 2008 | 09:41 WIB JAKARTA, KAMIS - Industri asuransi berupaya keras untuk meningkatkan modalnya agar mampu bertahan. Kecukupan modal adalah salah satu syarat dalam peraturan mengenai perusahaan asuransi. Maka, kalau gagal, perusahaan bersangkutan harus tutup atau merger atau menggandeng mitra strategis."Dari 88 perusahaan asuransi umum ada 36 perusahaan yang memiliki modal sendiri kurang dari Rp40 miliar pada 2007. Termasuk, satu perusahaan yang modalnya negatif. Karena itu perusahaan asuransi yang modalnya kurang dari modal minimal (Rp 40 miliar) harus berupaya keras menutupinya pada akhir 2008," kata CEO PT Media Asuransi Indonesia, Eddy KA Berutu di Jakarta, Kamis (31/7), sebagaimana dikutip dari Antara. Menurutnya dari 36 perusahaan tersebut, 20 di antaranya memiliki modal kurang dari Rp30 miliar, sehingga harus bekerja ekstra keras untuk dapat memenuhi modal minimal Rp40 miliar. Jika itu terpenuhi semuanya harus kerja lebih keras lagi untuk dapat memenuhi modal minimal Rp70 miliar pada akhir 2009. Sementara itu, dari 43 perusahaan asuransi jiwa, 11 di antaranya memiliki modal kurang dari Rp40 miliar, termasuk satu perusahaan yang modalnya negatif. Dari 11 perusahaan tersebut hanya dua perusahaan yang modalnya Rp20 miliar, sedangkan sembilan perusahaan sisanya modalnya kurang dari Rp6 miliar. Eddy mengatakan bagi pemilik saham perusahaan asuransi yang modalnya masih kurang dan tidak mampu lagi menambah modalnya, ada tiga opsi untuk dapat bertahan. Pertama dengan menyuntikkan modal, menjual kepada pihak lain atau merger, atau mencari investor strategis yang dapat menyelamatkan perusahaan bersangkutan. |